Minggu, 29 Oktober 2023

Petualangan Sherina 2 - Membuka Memori Masa Kecil

Nggak biasanya aku tertarik banget nonton film di bioskop. Karena bukan hobiku. Buatku film-film zaman sekarang nggak menarik. Film Indonesia isinya horor dan  cinta-cintaan mulu, film luar bikin pusing karena harus lihat translate. Seumur-umur baru 4 kali aku nonton di bioskop, itu pun 2 di antaranya terpaksa karena diajak teman. 

Tapi kali ini beda. Karena film yang satu ini beneran memicu rasa penasaranku. Film Petualangan Sherina 2 ! Yup, setelah 23 tahun berlalu, film anak-anak legend ini dibuat sekuel berikutnya. Tokoh utamanya masih sama, Sherina (diperankan Sherina Munaf) dan Sadam (Derby Romero). Cuma bedanya, saat ini mereka sudah dewasa. 

Sedikit banyak, film ini membuka memoriku saat kelas 6 SD. Dulu aku nonton sekuel pertamanya saat tayang di TV.  Dan saat itu filmnya booming banget. Di sekolah aku pernah disindir teman pakai lagunya "dia pikiiir... dia yang paling hebat..." . wkwkwk.

Makanya saat film sekuel kedua ini muncul, aku agak penasaran kayak apa filmnya. Godaan untuk nonton pun muncul saat salah satu teman di Facebook bikin status tentang Petualangan Sherina 2. 


Searching sana sini, akhirnya kuputuskan buat nonton langsung di bioskop biarpun sendiri. Tepatnya di Platinum Cineplex Artos Magelang. Dan karena takut kehabisan tiket, aku pesan dulu lewat GoTix di aplikasi Gojek. 

Jadilah aku ke bioskop siang itu. Aku sengaja pilih tempat di baris keempat dari depan. Oh lala, tak kusangka ternyata barisan depan kosong sampai baris keenam. Semua penonton lain kompak pilih tempat duduk belakang. Ya sudahlah, hitung-hitung aku bisa nonton dengan tenang, terhindar dari kerewelan anak-anak dan kebawelan emak-emak. 





Aku berusaha mengikuti jalan cerita dengan seksama. Sesekali aku dibuat tersenyum, sesekali serius. 

Jadi ini ceritanya menurut pengamatan dan bahasaku : 


Sherina sekarang udah dewasa dan berprofesi jurnalis. Nama perusahaannya Nex TV.  Nah suatu hari, Sherina semangat banget karena mau ditugaskan ke Swiss. Nggak taunya menjelang hari H... eng ing eng... project tugas itu dialihkan ke ke temannya dan sebagai gantinya Sherina disuruh meliput soal orangutan di Kalimantan. Jelas aja Sherina bete banget, merasa diPHP. Tapi yah.. karena udah resiko pekerjaan, mau nggak mau tetap berangkat. 

Tak disangka, di sana Sherina malah bertemu teman masa kecilnya, Sadam, yang kini bekerja di yayasan animal rescue. Setelah kangen-kangenan, mereka mulai menjalankan tugas, dimana saat itu dilakukan pelepasliaran orangutan. Jadi begini guys, orangutan yang kehilangan  habitatnya, entah itu karena ulah manusia, kebakaran hutan, atau terpisah dari induknya, akan dibawa ke penangkaran yang disebut sekolah alam. Di sini mereka akan belajar cara beradaptasi sebelum dikembalikan ke hutan. Diharapkan setelah "lulus", mereka bisa survive di hutan dan terhindar dari kepunahan. 

Kembali ke Sherina. Setelah pelepasliaran itu, tiba-tiba ada kawanan penjahat yang menculik anak orangutan bernama Sayu. Di sinilah inti masalahnya. Ternyata orangutan itu pesanan konglomerat di Jakarta bernama Ferdy Syailendra, untuk istrinya, Ratih. Ratih ini seorang nyonya besar yang suka koleksi hewan liar, mulai dari kucing liar, harimau, rusa, pokoknya ada kebun binatang mini di rumahnya. Dan semua itu  cuma untuk pamer ke sesama sosialita . Ngerinya lagi, setelah hewan-hewan itu mati, mayatnya diawetkan buat pajangan! 

Sherina tidak tinggal diam. Ia langsung menarik Sadam untuk mengejar penculik Sayu. Tapi penjahatnya terlalu kuat, lagipula kondisi pedalaman Kalimantan yang serba sulit, nggak ada angkutan umum. Malah keduanya hampir dibunuh. Akhirnya mereka harus melepaskan Sayu. Tapi Sherina masih penasaran dengan kasus ini. Dan di Jakarta lah kasus ini akhirnya terungkap berkat kecerdikan Sherina dan Sadam. Ferdy dan Ratih bersama komplotannya ditangkap polisi. 


Karena pemeran dan tokoh utamanya masih sama, chemistry di antara Sherina dan Sadam tetap terjalin baik. Bedanya, Sadam bukan lagi "anak mami" seperti dulu. Biarpun oleh mamanya masih suka dipanggil Yayang, tapi sekarang dia sudah jadi pria dewasa yang tegas berwibawa. Itu karena sejak kuliah dia sudah tinggal terpisah dari ortunya. Bisa disimpulkan kalau dari awal sebenarnya bukan Sadam yang manja, tapi ortunya yang overprotektif. 

Kalau Sherina, menurutku tidak banyak berubah. Lincah, pemberani, pintar ngomong. Hanya di sini sifat egois dan keras kepalanya lebih nampak. Terbukti saat Sayu diculik, Sherina ngotot untuk mengejar para penjahat, padahal Sadam inginnya  berkoordinasi dengan tim rescue-nya. Sampai saat Sayu berhasil dibawa kabur pun, Sherina masih  mau kejar terus. Akhirnya Sadam marah dan menyuruh Sherina balik ke Jakarta. Buatku ini tipe orang yang suka main hakim sendiri dan tidak mudah percaya dengan hukum.  Mungkin kalau aku jadi Sadam, bakal teriak "Lu kejar sendiri aja sono!" 

Baik Sadam maupun Sherina, jago banget saat berantem melawan penjahat. Seolah Sherina nggak ingin terlihat sebagai perempuan lemah. 

Adegan kocak di film ini dimainkan oleh Aryo (Ardit Erwanda) dan Ratih (Isyana Saraswati). Aryo adalah kameramen yang pergi bersama Sherina ke Kalimantan. Biarpun Aryo nggak tampil di konflik utama, tapi lumayan buat penyegaran. Terutama pas dia keceplosan panggil "Yayang" ke Sadam, bikin seisi bioskop ketawa. 

Sedangkan Ratih,  sangat genit selangit. Kalau ngobrol sama kucing peliharaannya, kayak ibu sama anaknya, pakai panggilan "mama". Ratih juga suka bermanja-manja sama suaminya, Ferdy di rumahnya yang kayak istana. Di film ini Isyana berhasil banget aktingnya. Beneran bikin gemes. 

Ada lagi yang menggelitik. Nama suami Ratih, adalah Ferdy Syailendra. Seketika mengingatkanku pada nama Ferdy Sambo. Mungkin kemiripan nama ini disengaja, biar terlihat "antagonis". Sayangnya akting Chandra Satria masih agak kaku. Karakter jahatnya kurang dapat.  Biarpun harus diakui nyanyi sambil dansanya jago.  

Yang menurutku paling dapat antagonisnya  adalah Pingkan (Kelly Tandiono), yang jadi orang kepercayaan Ferdy dan Ratih. Tatapan tajam, jago berantem, dan nggak kenal ampun. Pingkan juga yang mengatur strategi penculikan orangutan. Ia hampir membunuh Sherina! 

Tokoh lain yang patut dicatat adalah Sindai (Quinn Salman), seorang anak hutan yang mengikuti ayahnya di tim animal rescue Sadam. Biarpun nggak banyak dialog dan lebih seperti sosok misterius, Sindai bisa dibilang saksi utama dari penculikan Sayu, karena dia yang pertama kali melihat para penjahat. Sindai ini mirip banget sama Sherina kecil, cuma kulitnya lebih gelap. 

Tapi manusia memang tak ada yang sempurna.  Di balik adegan berkesan,  tentu saja ada adegan yang kurang pas.  Paling utama adalah menjelang akhir,  saat Sherina sebagai jurnalis  diundang ke pestanya Ferdy Syailendra.  Saat Sherina bingung karena Aryo yang diajaknya nggak datang,  eh tiba-tiba aja Sadam nongol  udah pakai jas rapi. Sama sekali nggak dijelaskan kenapa Sadam datang ke situ, apakah dia juga diundang ke pesta itu atau dia sengaja mengikuti Sherina.  Tapi setahuku,  pesta tempat orang kaya nggak sembarang orang bisa datang. Inilah yang bagiku agak klise. Sepertinya penulis skenario ingin bahwa harus ada Sadam di situ.  Nggak salah sih,  cuma penempatannya agak maksa.  

Lalu bagian klimaksnya juga agak terburu-buru.  Sherina dan Sadam nekat menyelinap ke gudang rumah Ferdy seolah mereka sudah tahu bahwa Sayu diumpetin di situ.  Hellooo...  nggak takut disangka maling pak buk?  Ya kalau bener,  kalau nggak?  

Jangan heran juga kalau di film ini banyak nyanyi.  Karena emang film musikal.  Di antara semua soundtrack,  Mengenang Bintang adalah yang paling so sweet.  

Overall,  film ini cukup seru buat ditonton. Hubungan Sherina dan Sadam beneran udah kayak sepasang kekasih.  Pasti penonton juga berharap mereka jadian.  Tapi mungkin karena segmennya untuk  semua usia, termasuk anak-anak, jadi adegan cinta-cintaan nggak ditampilkan secara eksplisit.  Aku berharap,  semoga ada sekuel berikutnya.  Entah Sherina dan Sadam menikah atau akhirnya punya pasangan  masing-masing,  kisah petualangan mereka selalu jadi memori yang indah.