Sabtu, 31 Desember 2016

Penyanyi Masa Lalu (9) : Arie Wibowo, Bagian dari Sejarah Keluargaku


Engkau yang cantik
Engkau yang manis
Engkau yang manja
Selalu tersipu, rawan sikapmu
Di balik kemelutmu

Di remang kabutmu
Di tabir mega-megamu
Kumelihat dua tangan
Dibalik punggungmu

Madu di tangan kananmu
Racun di tangan kirimu
Aku tak tahu
Mana yang akan kau berikan padaku
Aku tak tahu
Mana yang akan kau berikan padaku

Arie Wibowo dalam video klip Madu dan Racun

Buat ayah ibu atau om tante, yang melewatkan masa remaja di tahun 1980-an pasti tahu lagu di atas. Penyanyinya adalah Arie Wibowo, yang tergabung dalam grup Bill & Brod. Tapi jangan salah, Arie Wibowo yang ini beda dengan Arie Wibowo yang adiknya Ira Wibowo.
Arie Wibowo lahir di Salatiga, 5 April 1952. Meski terlahir dari keluarga sederhana, sejak kecil ia sudah menunjukkan bakat bermusik.
Awalnya Arie Wibowo bergabung dengan Prambors Vocal Group. Pernah juga ia membentuk Topan Group. Sampai akhirnya, bersama Nyong Anggoman, Rully Bachri, Wawan Konkos dan Kenny Damayanti, ia membentuk grup Bill & Brod. Posisi Arie Wibowo di sini adalah vokalis dan gitaris. Justru di sinilah, namanya terkenal.
“Madu dan Racun” menjadi trademark penyanyi yang punya ciri khas topi baret dan kacamatan hitam ini. Lagu ini adalah hasil remake dari salah satu lagu Prambors Vocal Group yang berjudul “Bingung”. Pada tahun 1985, “Madu dan Racun” adalah lagu paling populer di Indonesia.
Begitu larisnya lagu ini, sampai-sampai dibuat sebuah film dengan judul sama, yang dibintangi oleh Rico Tampatty dan Nurul Arifin. Ceritanya tentang sepasang muda mudi yang saling bimbang satu sama lain, karena punya latar belakang buruk soal cinta, si cowok playboy dan si cewek playgirl.
Lagu lainnya, “SIngkong dan Keju”, juga tak kalah menarik. Menceritakan cinta antara dua orang yang berbeda status sosial. Lagu ini juga yang melejitkan istilah “anak singkong”.
Uniknya, Bill & Brod sering menyelipkan suasana ramai dalam rekaman lagunya. Jadi pendengar akan dibawa dalam suasana “konser live”, di mana ada sorakan dan tepuk tangan penonton. Konon, hal ini terinspirasi dari band Art Company yang booming saat itu.


Kepopuleran Bill & Brod melejit hingga akhir 1980-an dengan beberapa hits lain, seperti "Harap Maklum", “Astaga”, “Kodokpun Ikut Bernyanyi” dan “Ida Ayu Komang”. Dan hampir semua lagu di album mereka adalah ciptaan Arie Wibowo sendiri.. Sayang, memasuki tahun 1990-an, namanya mulai tenggelam.
Lantas kenapa aku kasih judul di atas begitu? Apa hubungan Arie Wibowo dengan sejarah keluargaku?
Asal tahu aja, Arie Wibowo masih ada hubungan kerabat dengan papaku. Konon, nenekku yang biasa dipanggil Mak Kiem, punya sepupu, sebut saja Mak Ru. Mereka adalah wanita asli Jawa (kelahiran Banyubiru, Kabupaten Semarang) yang menikah dengan orang Tionghoa. Begitu dekatnya mereka, sampai-sampai Mak Ru dianggap sebagai adik oleh Mak Kiem.
Nah, Arie Wibowo adalah anak dari Mak Ru ini.
Ketika aku masih kecil, Mak Ru kerap datang ke Magelang, tempat tinggal kami. Demikian juga Arie Wibowo, pernah beberapa kali berkunjung bersama istri dan anaknya. Setiap kali menghasilkan rekaman terbaru, Om Arie selalu memberikan kasetnya pada papaku. Sampai sekarang, kaset itu masih tersimpan. Pernah juga aku bersama sepupuku foto bareng sama Om Arie, sayang fotonya udah rusak.
Setelah Mak Ru dan Mak Kiem tiada, aku tidak pernah lagi bertemu Om Arie. Yang kudengar, dia punya studio musik di Bandung. Sampai akhirnya, kabar duka kudengar lewat radio, bahwa Arie Wibowo meninggal dunia pada tanggal 14 April 2011 di Rumah Sakit Dharmais, Jakarta.

Di saat aku berambisi jadi penyanyi sekarang ini, aku sering teringat Om Arie. Andai saja dia masih hidup, aku ingin sekali belajar banyak darinya. Anak daerah yang berhasil di kancah nasional. Ah, mudah-mudahan kelak aku bisa seperti dia. Semoga. 

Link video:

Jumat, 02 Desember 2016

Imagine Snack | Tokopedia

Hai semua..
Aku punya beberapa penawaran nih, terutama buat kamu yang suka ngemil. Kacang dan keripik istimewa, ada yang aku bikin sendiri, ada juga yang dari sumber terpercaya.

1. Kacang kuning daun jeruk




Pernah dengar kacang Thailand? Yes, itulah kacang yang dibumbui pedas dan diberi daun jeruk. Tapi yang ini beda. Sengaja aku ganti cabainya dengan kunyit, jadi rasanya gurih dan warnanya kuning. Harganya Rp. 23.500 per 500 gram.
Jual Kacang Kuning Daun Jeruk - Imagine Snack | Tokopedia


2. Kacang goreng rasa mete


Kacang rasa mete? Gimana cara bikinnya? Hm... ini resep rahasia dari ibu dan tanteku. Tapi tenang saja, halal dan enak kok. Harganya Rp. 23.500 per 500 gram.
Jual Kacang Goreng Rasa Mete - Imagine Snack | Tokopedia


3. Kerupuk tahu bulat



Nah, yang ini Kerupuk Tahu Bulat. Bahannya dari tahu bulat yang dibelah lalu digoreng sampai kering. Harganya Rp. 25.000 saja per 500 gram.
Jual Kerupuk Tahu Bulat khas Magelang - Imagine Snack | Tokopedia


Harga belum termasuk ongkos kirim.
Bisa pesan lewat Tokopedia atau hubungi aku di 081568424362, WA 081517429245, PIN BB 5B17A31B


Monggo dipesan
Dijamin gak bakal kecewa deh!







Selasa, 29 November 2016

Kisah Sedih Cinta Remaja

Tetes airmata ku tak tertahan lagiMenanti kepastian tentang kitaKau masih juga bersamanyaMasih mencintainya
Maafkanlah sayangku atas keadaanKamu tak pernah jadi kekasihkuWajahnya selalu terbayangSaat kau di sisiku
Aku dan kamu takkan tahuMengapa kita tak berpisahWalau kita takkan pernah satuBiarlah aku menyimpan bayangmuDan biarkanlah semua menjadi kenanganYang terlukis di dalam hatikuMeskipun perih namun tetap selalu ada di sini
Ku beri segalanya semampunya akuMeski cinta harus terbagi duaMungkin kamu tak pernah tahuBetapa sakitnya aku
Oh pasti kamu tak pernah tahuBetapa sakitnya aku  
   (Reza Artamevia - Biar Menjadi Kenangan)

Dahulu kala, ada seorang pemuda berusia 16 tahun, sebut saja namanya Rudi. Meskipun tampan dan cukup cerdas, ia memiliki sifat yang lugu dan pemalu. Kepribadiannya yang berbeda dengan teman-temannya, membuat dirinya kerap dijauhi dan menjadi bahan godaan di sekolahnya.
Ketika ia memasuki ruang kelas, dengan langkah malu-malu ia memilih tempat duduk di pojok depan. Tak satupun teman yang mempedulikan dia. Dia sendiripun tidak peduli, yang penting dia bisa belajar dengan baik.
Tanpa disangka, seorang gadis bernama Cantik mendekati dan memilih duduk di sampingnya. Rudi yang belum terbiasa didekati lawan jenis, merasa kikuk. Tapi lama kelamaan, semua berubah. Lazimnya teman sebangku, mereka berdua akrab. Bermula dari saling membantu dalam hal pelajaran, berlanjut juga ke hal sehari-hari lainnya. Benih cinta pun bersemi di hati keduanya. Namun sebagai remaja yang gengsian mereka masih malu untuk mengungkapkan.
Meski Cantik diolok-olok karena dekat dengan Rudi. Hal itu tidaklah menggoyahkannya. Baginya, Rudi yang terlihat cupu jauh lebih baik daripada teman laki-laki lain di kelas yang suka usil. 
Hingga suatu malam, tatkala sekolah mengadakan liburan, terjadilah tragedi yang menyakitkan. Keduanya mengalami pelecehan seksual oleh teman-temannya!
Rudi hanya bisa menangis pedih. Tapi seperti biasa, tak ada satupun teman yang peduli padanya!. Bahkan orang tua dan gurunya pun hanya menganggapnya sebagai kenakalan remaja biasa!
Bagaimana dengan Cantik?
Sejak peristiwa itu, Cantik perlahan menjauh dari Rudi. Ia berpindah tempat duduk. Rudi yang tidak tahu menahu tentang apa yang dialami Cantik, mencoba bersabar dengan tetap menyatakan perhatiannya. Tetap diberikannya hadiah Valentine dan ulang tahun.


Usaha Rudi mendekati Cantik lambat laun berhasil. Mereka berdua bersama datang dalam sebuah acara gereja, yang sekaligus menjadi kencan pertama mereka di luar kegiatan sekolah. Rudi terlihat gugup. Beruntung, tidak ada halangan apa-apa selama acara berlangsung. Ia sangat-sangat bahagia dan berharap hubungannya dengan Cantik bisa berlanjut lebih serius. 
Seminggu berlalu, Cantik kembali mengajak Rudi menghadiri acara gereja. Namun, kali ini, Rudi sedang malas keluar rumah. Ia pun batal pergi dengan alasan kurang enak badan. Tak disangka, itu menjadi pertemuan terakhir mereka!
Hari berikutnya, Cantik tak masuk sekolah. Begitu juga hari-hari berikutnya. Tak ada kabar sedikitpun, dihubungi pun sulit. Rudi mencoba berpikir postif, mungkin Cantik sedang sakit. Memang akhir-akhir ini Cantik terlihat kurang enak badan, malah pernah pingsan saat upacara.
Suatu hari, kabar mengejutkan datang, Cantik ternyata sudah mengundurkan diri dari sekolah! Bukan main sedihnya Rudi. Ia coba menghubungi berkali-kali tapi tidak pernah ada jawaban. Tanya ke teman-teman pun tidak ada jawaban memuaskan. Sementara desas-desus mulai berkembang di sekolah, bahwa Cantik hamil di luar nikah.
Rudi tak mempercayai kabar tersebut. Ia memang tidak bisa percaya begitu saja, lantaran teman-temannya sering mempermainkannya. Akibatnya, ia menjadi bahan ejekan. Dituduh tak tahu malu, sok alim, dan sebagainya.
Tak tahan dihina, lama kelamaan Rudi stress berat. Prestasinya di sekolah menurun. Ia pun sering melamun dan berbicara sendiri.


Dengan sangat terpaksa, ia menemui Bu Rani, guru Bimbingan Konseling. Jawaban yang ia dapat sangat mengguncangkan hatinya. Kabar yang selama ini beredar BENAR, bahwa Cantik hamil di luar nikah dan terpaksa menikah dengan seseorang!
Tapi menikah dengan siapa?
Rudi mencoba mengingat. Pernah suatu hari, kekasihnya itu datang dengan pria bernama Yanto, yang diperkenalkan sebagai kakaknya. Padahal menurut teman-temannya, Cantik adalah anak sulung. Penampilan pria tersebut berbalik 360 derajat dengan Rudi, yakni anak STM yang bergaya preman. Apakah Yanto yang menghamili Cantik? Tapi kenapa Cantik harus berbohong? Apakah dia malu, merasa tak enak, atau memang ingin mempermainkan Rudi? Kalau begitu seharusnya Rudi percaya dengan teman-temannya dan mencurigai Yanto dari awal! 
Apa pun itu, kejelasan tentang kekasihnya membuat Rudi makin tergoncang dan terpaksa berobat ke psikiater untuk memulihkan kejiwaannya. Untunglah, ia berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan hasil yang cukup baik.


Beberapa tahun telah berlalu, peristiwa itu nyaris dilupakan oleh Rudi. Sampai suatu hari, entah dari mana, ia mendapatkan nomor telepon Cantik yang kini telah pindah ke tempat yang jauh. Dicobanya menghubunginya.
Awalnya ia tak tahu harus bicara apa. Apalagi kemudian suami mantan kekasihnya itu yang mengangkat telepon dan mengancamnya. Persis seperti dugaannya dulu, Yanto yang menjadi suami Cantik!
Tapi Rudi tidak menyerah. Beberapa waktu kemudian ia mencoba kirim SMS ke Cantik  dan tanpa basa basi langsung mengungkapkan perasaannya selama ini. Cantik yang kini telah menjadi ibu, sangat menyesal dan minta maaf. Tapi apa daya semua sudah terlanjur. Andai saja ia bisa mengendalikan diri, tentu kini ia akan jauh lebih bahagia. Ia hanya bisa menghibur dengan mengatakan, bahwa Rudi berhak memperoleh yang lebih baik dari dirinya. 
Akhir cerita, Rudi tetap berteman dengan Cantik lewat media sosial. Cinta sudah pudar, tapi benci pun tiada guna. Mereka fokus ke kehidupan masing-masing dan tak pernah lagi mengungkit masa lalu.

Kalau harus kujujur padamu
Terus terang kukecewa
Namun kutanya
Siapa yang mampu
Menepis takdir yang kuasa
Biar saja begitu adanya
Jangan ada air mata
Pergilah kasih
Sudah lupakan
Semua yang pernah kita rasakan

Lihat saja di mataku
Tiada dendam, tiada duka
Doaku semoga kau bahagia
Saat ini kuinginkan
Tuk meraih masa depan
Bahagia pasti kan kujelang


(Paramitha Rusady - Jangan Ada Air Mata)





Cerita di atas berasal dari kisah nyata

Siapa sebenarnya pemuda bernama Rudi itu?

Tidak lain adalah AKU SENDIRI!

Ya, itu adalah pengalamanku waktu SMA. Aku mengalami kisah sedih itu!

Seorang yang tak ingin kuingat namanya, meninggalkan luka mendalam bagi diriku!

Ah, biarlah, itu sudah terjadi

Aku tuliskan ini bukan untuk membongkar aib

Bukan pula untuk membuka luka lama

Aku ingin siapa pun yang membaca, menjadikannya sebuah pelajaran

Wahai anak muda, hati-hatilah dalam bercinta, jangan sampai seks bebas merusak hidupmu!

Kau tidak hanya kehilangan masa depan, tapi kau juga akan melukai orang di sekitarmu!




Selasa, 22 November 2016

Lagu Masa Lalu (15) : Candle In The Wind


Lilin tertiup angin

Goodbye Norma Jean
Though I never knew you at all
You had the grace to hold yourself
While those around you crawled
They crawled out of the woodwork
And they whispered into your brain
They set you on the treadmill
And they made you change your name

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never knowing who to cling to
When the rain set in
And I would have liked to have known you
But I was just a kid
Your candle burned out long before
Your legend ever did

Loneliness was tough
The toughest role you ever played
Hollywood created a superstar
And pain was the price you paid
Even when you died
Oh the press still hounded you
All the papers had to say
Was that Marilyn was found in the nude

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never knowing who to cling to
When the rain set in
And I would have liked to have known you
But I was just a kid
Your candle burned out long before
Your legend ever did

Goodbye Norma Jean
Though I never knew you at all
You had the grace to hold yourself
While those around you crawled
Goodbye Norma Jean
From the young man in the 22nd row
Who sees you as something more than sexual
More than just our Marilyn Monroe

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never knowing who to cling to
When the rain set in
And I would have liked to have known you
But I was just a kid
Your candle burned out long before
Your legend ever did


Marilyn Monroe (1926-1962)
Hidup mati seseorang tidak ada yang tahu waktunya. Tapi bagaimana rasanya kalau kita ingin bertemu seseorang, tapi dia keburu meninggal? Pasti rasanya menyesal, andai waktu bisa diputar, andai dia mau menunggu, dan andai-andai lainnya. Pada akhirnya, kita cuma bisa mengenang.
Itu jugalah yang dikisahkan oleh Elton John dalam lagunya. Lagu itu didedikasikan untuk mengenang artis “bom seks” Hollywood, Marilyn Monroe. Diceritakan bahwa Marilyn, yang bernama asli Norma Jean, adalah aktris besutan Hollywood. Meski seorang superstar, sosoknya penuh kontroversi, bahkan hingga saat kematiannya pun misterius. Dalam lirik lagu, ia digambarkan seperti “lilin yang tertiup angin”, hidupnya penuh cobaan.
Ya, kenyataannya Elton John memang tidak pernah bertemu Marilyn Monroe. Tentu saja, karena Marilyn meninggal tahun 1962, sedangkan lagu ini baru diciptakan tahun 1973. Pada zaman Marilyn, Elton John masih anak-anak, jadi wajar kalau saat itu dia belum pantas menonton film dewasa. Berangkat dari tema yang “tidak biasa”, lagu ini menjadi salah satu single paling sukses dari Elton John. Sampai sekarang, lagu ini telah dicover banyak penyanyi seperti Sandy Denny, Billy Joel, hingga Ed Sheeran.

Elton John 
Elton John sendiri sempat beberapa kali me-remake “Candle In The Wind” sebagai “tribute” bagi tokoh-tokoh terkenal lainnya. Yang paling terkenal adalah versi yang ditujukan bagi Putri Diana pada tahun 1997. Liriknya mengungkap rasa kehilangan atas wafatnya “England’s Rose”. Seorang putri yang berjiwa sosial tinggi, namun banyak mengalami cobaan dalam hidupnya. Mulai dari perceraian hingga berbagai gosip tentang dirinya. 

Putri Diana (1961-1997)


Goodbye England's rose
May you ever grow in our hearts
You were the grace that placed itself
Where lives were torn apart
You called out to our country
And you whispered to those in pain
Now you belong to heaven
And the stars spell out your name

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never fading with the sunset
When the rain set in
And your footsteps will always fall here
Along England's greenest hills
Your candle's burned out long before
Your legend ever will

Loveliness we've lost
These empty days without your smile
This torch we'll always carry
For our nation's golden child
And even though we try
The truth brings us to tears
All our words cannot express
The joy you brought us through the years

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never fading with the sunset
When the rain set in
And your footsteps will always fall here
Along England's greenest hills
Your candle's burned out long before
Your legend ever will

Goodbye England's rose
May you ever grow in our hearts
You were the grace that placed itself
Where lives were torn apart
Goodbye England's rose
From a country lost without your soul
Who'll miss the wings of your compassion
More than you'll ever know

And it seems to me you lived your life
Like a candle in the wind
Never fading with the sunset
When the rain set in
And your footsteps will always fall here
Along England's greenest hills
Your candle's burned out long before
Your legend ever will

Inilah hidup…. Tidak selalu mereka yang terkenal dan hidup mewah itu bahagia…  Di dunia banyak cobaan yang membuat hidup bagaikan “lilin tertiup angin”. Yang penting, sekuat apa “lilin” itu berjuang untuk tetap menyala.

Link video:

Marilyn Monroe version:
https://www.youtube.com/watch?v=kRBHERttdP4

Lady Diana version:
https://www.youtube.com/watch?v=OefdqK3jKi0



Sabtu, 05 November 2016

Lagu Masa Lalu (14) : Bunga Flamboyan

Seindah cinta yang pernah kurasakan
Begitu juga kemesraan wajahnya
Bunga flamboyan ganti dirimu yang kini tiada lagi

Bunga flamboyan kau pujaan hatiku
Terjalin indah menemani hidupku
Tak ingin lagi aku berpisah walau hanya sekejap saja

Bila kau ingin datang kembali
Seperti pertama bertemu
Tak jua aku melepaskan

Bunga flamboyan yang tumbuh di halaman
Terjalin indah menemani hidupku
Biarpun layu ’kan kusayangi seperti cintaku padamu




Bunga flamboyan (Delonix regia)
Manis, puitis, dan mengharukan. Itulah kesanku saat mendengar lagu di atas. Penyanyinya bernama Laily Dimyati, yang dikenal pada tahun 1960-an.
Tak banyak informasi tentang penyanyi asal Malang, Jawa Timur yang kini sudah almarhum ini. Memang, nama Laily Dimyati tidak sepopuler Ernie Djohan atau Tetty Kadi. Tapi, di kalangan orang-orang tua (termasuk ibu saya sendiri), ia selalu diingat lewat lagunya, Bunga Flamboyan. Kenapa?
Coba kita resapi lirik lagu di atas. Seseorang yang telah ditinggal pergi kekasihnya, mencoba membuka kenangan. Satu hal yang bisa membuatnya teringat adalah bunga flamboyan yang mulai layu, yang tumbuh di halaman rumahnya. Tidak dijelaskan apa sebabnya, mungkin dia mendapat tanaman itu dari kekasihnya, atau mereka pernah menanamnya bersama-sama. Yang jelas, penyanyi lagu ini mengungkapkan bahwa dia sangat mencintai kekasihnya. Ia siap menerima kembali sang pujaan hati bila kelak datang kembali, bagaimana pun keadaannya
Jadi, tema yang bisa dipetik dari lagu ciptaan Wedhasmara ini adalah kesetiaan. Biarlah bunga flamboyan itu layu, tapi cinta takkan pernah padam.  Makna itulah yang membuat lagu ini abadi. 




Link video:

Minggu, 16 Oktober 2016

Solo Travelling (10) : Sekelumit Cerita dari Kotagede


Di samping Malioboro, ada satu kawasan yang nggak boleh dilewatkan kalau berkunjung ke Yogyakarta. Ya, tidak bukan dan tidak lain adalah Kotagede, yang berada di selatan kota Jogja.
Keinginan menjelajahi Kotagede muncul secara tidak sengaja. Tujuan utamaku ke Jogja hari itu sebenarnya mau cari info lowongan kerja di Kantor Pos Besar Yogyakarta. Tapi sesudah membaca sebuah artikel tentang Kotagede, aku jadi tertarik buat datang ke sana.
Nah, simak perjalananku kali ini.

Inilah jalan masuk Kotagede
Sama sekali nggak sulit buat mencapai ibukota Kerajaan Mataram ini, biarpun sedikit angkutan umum yang masuk daerah itu. Dengan bus Trans Jogja jalur 3A (dari arah Terminal Giwangan) atau 3B (dari arah Bandara Adisucipto), kita turun di Jalan Tegal Gendhu, lalu jalan kaki ke arah timur. Saat kita melihat jembatan Sungai Gajahwong, itulah pintu masuk Kotagede. Tegal Gendhu sendiri adalah "kampung terluar" dari Kotagede. 
Banyak orang sudah tahu, Kotagede dikenal sebagai sentra kerajinan perak bertaraf internasional. Tak salah lagi, belum sampai di jembatan Gajahwong, sudah banyak kutemui toko yang menjual kerajinan perak. Dan uniknya lagi, beberapa bangunan toko memiliki bentuk dan arsitektur khas Jawa tempo dulu. Bangunan tua yang telah direnovasi hingga tetap berdiri kokoh sebagai peninggalan sejarah dan budaya. Keeksotisan inilah yang jadi daya tarik buat para pelancong.

Resto Omah Dhuwur, bangunannya bergaya tempo dulu
Salah satu pusat kerajinan perak
Semakin masuk ke kawasan Kotagede, nuansa Jawa tempo dulu sangat terasa. Mulai dari rumah, tugu, lampu jalan, sampai papan nama jalan, sebagian besar bergaya etnik. Memang, sejak beberapa abad silam, Kotagede sudah dikenal sebagai pusat pertumbuhan di selatan Jogja. Sayang, daerah ini sangat ramai oleh kendaraan yang lalu lalang, sehingga agak mengurangi kenyamanan.
Sampailah aku ke Pasar Kotagede. Pusat ekonomi masyarakat ini dinamakan Pasar Legi, yang konon ramai pada hari pasaran Legi menurut penanggalan Jawa. Namun pada hari biasa pun, aktivitas jual beli tetap berjalan. Sebuah gardu listrik dari tahun 1900 menjulang di sisi barat pasar. Gardu ini dinamakan Babon Aniem, karena merupakan gardu induk yang menyalurkan listrik ke seantero Kotagede di masa itu. 

Pasar Legi Kotagede
Tugu Babon Aniem

Salah satu sudut pasar
Papan nama jalan bergaya etnik
Toko-toko yang menjual kerajinan perak pun bertebaran di mana-mana, khususnya di Jalan Kemasan (utara pasar) yang merupakan pusat pengrajin perak. Konon, harga yang ditawarkan mulai dari puluhan ribu rupiah untuk hiasan kecil seperti bros, hingga jutaan rupiah. Berhubung uang pas-pasan, aku cukup window shopping aja… hahaha…

Salah satu toko kerajinan perak di Jalan Kemasan
Setelah semangkuk bakso mengenyangkan perutku siang itu, petualanganku berlanjut ke Makam Raja-raja Mataram yang letaknya di belakang pasar. Karena hari ini bukan hari libur, aku berpikir, jangan-jangan pengunjungnya cuma aku sendiri. Tapi perkiraanku salah. Ada juga beberapa orang lalu lalang. Warung yang menjual souvenir juga tetap buka. Di tempat yang dinaungi oleh pohon beringin besar ini juga ada beberapa rumah, yang adalah tempat tinggal para abdi dalem. Abdi dalem adalah orang-orang yang bertanggung jawab menjaga masjid dan makam di sini.

Jalan masuk Makam Raja-raja Mataram

Gerbang masuk bergaya candi
Aku pun mencoba memasuki gerbang depan Masjid Agung Kotagede. Uniknya, meski sebuah masjid, tapi gerbang masuknya lebih mirip candi. Penyebabnya, karena pada waktu itu pengaruh Hindu masih kuat dalam kebudayaan Jawa. Jadi meskipun agama Islam sudah menjadi agama resmi dalam kerajaan Mataram, arsitektur bangunan tetap disesuaikan dengan budaya saat itu, agar proses akulturasi antara agama dan budaya bisa berjalan lancar. Ini jugalah yang diterapkan pada Masjid Menara Kudus di Jawa Tengah.
Tak perlu terlalu jauh, begitu memasuki gerbang, langsung terlihat masjid dengan bangunan bergaya keraton. Masjid yang dibangun pada tahun 1589 ini adalah salah satu komponen utama kota kuno Kotagede yang masih bertahan. Meski pernah terbakar dan mengalami kerusakan, tapi berhasil diperbaiki tanpa mengubah bentuk aslinya.

Inilah Masjid Agung Kotagede
Total ada tiga gapura bergaya candi yang menjadi akses menuju masjid. Gapura sebelah selatan adalah gerbang menuju ke makam raja-raja Mataram. Dipicu rasa penasaran, aku nekat memasuki gapura. Ternyata kita nggak langsung masuk ke makam. Di dalam area ini masih ada area sebelum memasuki makam. .
Halaman ini adalah tempat untuk administrasi pengunjung. Beberapa buah pendopo tersedia di sini, yang fungsinya untuk kegiatan abdi dalem dan persiapan pengunjung yang mau berziarah. Makam dipisahkan oleh gapura di sebelah barat. Oh ya, demi menghormati para raja yang sekaligus leluhur keraton, ada hal-hal yang harus dipatuhi bagi peziarah saat masuk ke makam. Pertama, harus mengenakan pakaian adat Jawa. Pengunjung bisa menyewa di situ. Kedua, dilarang memakai perhiasan emas. Ketiga, dilarang memotret di area makam.

Salah satu pendopo administrasi

Art shop di dekat pendopo
Raja-raja yang dimakamkan di sini adalah Panembahan Senopati (raja Mataram Islam pertama), Ki Gede Pemanahan (ayah Panembahan Senopati, yang juga pelopor daerah ini), Panembahan Krapyak (putra Panembahan Senopati), Sri Sultan Hamengkubuwono II, Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang, dan beberapa keluarga kerajaan Mataram lainnya.
Kerajaan Mataram Islam berdiri pada abad ke-16. Dulu, sebelum abad ke-10, di daerah ini pernah berdiri Kerajaan Mataram Hindu. Namun, peradaban tersebut berpindah ke Jawa Timur, diduga kuat akibat letusan dahsyat Gunung Merapi tahun 1006. Baru pada abad ke-16, Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang memberikan daerah yang sudah menjadi hutan ini kepada Ki Gede Pemanahan, yang selanjutnya dikembangkan menjadi Kerajaan Mataram Islam. Kini, warisan kerajaan ini dikelola oleh Keraton Yogyakarta.
Di pendopo pertama, dua orang abdi dalem atau petugas berpakaian adat Jawa dengan ramah menyambutku. Tak ada tarif, aku cukup mengisi buku tamu (yang nantinya sebagai bahan laporan untuk keraton) lalu mengisi kotak sumbangan seikhlasnya. Dari pendopo itu terlihat gapura menuju halaman kedua. Beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang bersembahyang di depan gapura. Karena aku  nggak ingin berziarah, petugas menunjukkan tempat menarik lainnya, yaitu Sendang Selirang.
Dengan antusias, aku menuruni anak tangga ke arah Sendang Selirang, yang juga dipisahkan dengan gapura bergaya candi. Di bagian selatan adalah Sendang Putri untuk perempuan, yang airnya berasal dari pohon beringin di dekat makam. Di bagian barat Sendang Kakung untuk laki-laki yang airnya dari sumber air di bawah makam. Bentuknya hampir sama, mata air yang dikelilingi tembok dan pagar. Kedua mata air ini selain untuk membersihkan diri bagi peziarah, juga untuk kebutuhan mandi dan mencuci bagi warga sekitar. Yang tak kalah menarik, sebagian sendang digunakan untuk memelihara ikan, khususnya ikan lele. \

Tempat mandi di Sendang Kakung
Kolam ikan lele
Sumur di dekat Sendang Kakung
Setelah puas melihat-lihat, aku meninggalkan tempat itu dengan tidak lupa pamit ke petugas.
Gang sempit di luar masjid bikin aku tertarik buat menjelajahinya. Udara panas tak peduli, yang penting segala yang indah tidak boleh dilewatkan! Ternyata lorong ini menuju ke pemukiman warga. Banyak rumah warga yang mempertahankan bentuk joglo atau limas dengan dinding kayu dan pintu besar. Sampai-sampai pos ronda pun dirancang dengan pakem yang sama. Eksotis tapi menakjubkan.

Joglo, atap rumah khas Jawa

Rumah tradisional Jawa, dilengkapi dengan gerbang


Lampu kuno di balik tembok makam


Poskamling pun bergaya etnik. Wow!
Sedangkan di luar tembok makam, di antara rumah warga terdapat Sendang Kemuning, yang juga masih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan air warga sekitar.
Hari semakin siang, tapi aku belum puas. Aku mengikuti jalan menuju selatan pasar.  Sebuah penunjuk arah bertuliskan “Watu Gilang” membuatku penasaran. Tempat apakah itu?
Belum sampai ke Watu Gilang, aku dibuat takjub sama hal lain. Terdapat sebuah gerbang menuju perkampungan kecil. Bahasa kerennya adalah “Between Two Gates”, karena terdapat dua gerbang untuk masuk ke daerah ini .  Sebuah komplek perumahan dengan arsitektur joglo yang sudah ada sejak tahun 1840. Rumah-rumah bergaya klasik ini adalah milik pribadi, namun jarang ditinggali oleh pemiliknya.  Untuk berkunjung pun, kita wajib lapor ke ketua RT.

Between Two Gates

Bagian dalam Between Two Gates

Reruntuhan benteng Cepuri
Nggak jauh dari Between Two Gates, kita juga bisa temukan reruntuhan benteng Cepuri, tepatnya di mulut sebuah gang. Unik banget, ada benteng di tengah pemukiman. Benteng ini dulunya menjadi tembok pertahanan bagi kerajaan Mataram.
Ternyata Watu Gilang adalah situs bebatuan yang diyakini adalah singgasana Panembahan Senopati. Tidak cuma itu, di sini tersimpan juga Watu Gatheng, bola batu yang merupakan mainan Raden Rangga (putra Panembahan Senopati) dan Watu Genthong yang adalah tempat air wudhu Panembahan Senopati. Sayang, kita nggak bisa lihat langsung. Benda-benda tersebut disimpan dalam sebuah bangunan tertutup, yang hanya bisa dibuka dengan izin ke petugas di makam Hastorenggo. Makam Hastorenggo terletak di dekat situ. Tempat ini adalah komplek makam dari keluarga Sultan Hamengkubuwono VIII.

Penjelasan tentang situs Watu Gilang
Makam Hastorenggo, milik keluarga Sultan Hamengkubuwono VIII
Dalam perjalanan pulang ke Halte Tegal Gendhu, aku sengaja memilih jalan berseberangan dengan waktu berangkat tadi. Tujuanku biar bisa lihat lebih dekat rumah-rumah besar di jalan masuk Kotagede tadi. Memang, seperti kuceritakan di awal, baik rumah, art shop maupun restoran di sini banyak yang bergaya tempo dulu.

Kafe dengan desain yang unik
Seharian itu kamera HPku nggak berhenti menjepret sana sini. Mengabadikan segala hal eksotis, yang belum tentu kutemui di daerah lain. Warisan sejarah dan budaya tetap terjaga di Kotagede meski arus modernisasi bermunculan. Mungkin kalau aku telusuri dari kampung ke kampung, masih banyak pemandangan menarik di sini. Sayang, waktu jugalah yang membatasi.