Senin, 11 Januari 2016

The Voice Indonesia : Mengejar Mimpi di Bawah Langit Ibukota (Part 2)

Antrian panjaaang

Untuk lihat Part 1, klik di sini

Di tengah kegalauan, antara mau antri audisi sendirian atau mau nunggu teman, sebuah pesan BBM beserta foto tempat dikirim oleh seorang teman Facebook namanya Dika. Nggak pakai lama, aku langsung menghampirinya di dekat antrian. Dika bersama temannya, namanya Alwi. Dan seperti dengan cewek-cewek tadi, kami pun langsung akrab. Bersama kami ada teman lain dari grup Facebook, yaitu Aris, Zaki dan teman Aris yang nggak kuketahui namanya. Tapi saat antri, mereka terpisah dari kami.
Dari percakapan kami, ternyata Dika dan Alwi udah beberapa kali ikut audisi begini, tapi belum pernah lolos. Mereka kagum dengan kenekatanku ke Jakarta buat ikut audisi ini. Ya, kalo nggak terpaksa gua kagak bakalan sampe ke sini bro! Terus, mau bawain lagu apa nanti?  Ada 4 lagu yang sudah terpikir: “Pengen Jadi Artis” dari Hancur Band, “Cotton Fields” dari The Beach Boys , “Bertanya Dalam Hati” dari Ihsan Idol dan “Ayah” dari Rinto Harahap. 2 lagu yang disebut pertama itulah yang jadi prioritasku. “Pengen Jadi Artis” bakal jadi strategi khusus kalau nanti jurinya ada 2 orang cowok-cewek (pengin tau kenapa, coba deh cari liriknya).

Selfie di tengah antrian
Udara Jakarta makin panas, bahkan panas seperti ini belum pernah kualami sebelumnya. Antrian baru maju beberapa langkah, malah sempat berhenti lamaaaa banget. Beberapa peserta termasuk kami bertiga memutuskan duduk, biarpun harus sigap berdiri pas antrian jalan lagi, kalo nggak nanti keinjak..hehehe... Di sela-sela menunggu, beberapa peserta sibuk hafalin lagu, malah ada yang tanpa malu-malu menyanyi. Ya iyalah, suara mereka keren. Ada yang nyanyi “More Than Words”nya Westlife, suaranya beneran pas, mirip penyanyi aslinya! Ada juga yang bawain “Takkan Terganti” punya Marcell, dengan power yang baik. Bahkan, ada yang bisa nyanyi seriosa! Hmmm… bisa nggak ya, aku kalahin mereka?
Selangkah demi selangkah, antrian berlanjut ke dalam gedung, naik lift ke lantai 4, sampai ke holding room. Beruntung, aku nggak terpisah dari Dika dan Alwi. Di holding room, MC memberi beberapa hadiah kaos kepada peserta dengan syarat bisa jawab pertanyaan atau nyanyi di depan. Maka, terdengar suara beberapa peserta bawain lagu Batak, lagunya Angel Pieters, ada juga bapak-bapak yang pede nyanyi lagunya Broery Pesulima. Semua keren. Brrrr… tegang banget, gimana nih kalo aku disuruh nyanyi di depan dengan suara yang belum matang? Sejak kursus vokal, memang suaraku lebih bagus dan berteknik dibanding dulu, tapi kalau diibaratkan menggoreng tempe, warnanya baru kuning, belum kecoklatan. Ah… untunglah sampai hadiah terakhir diserahkan, aku nggak ditunjuk.... tarik nafas lega.

Holding room
Menariknya, audisi ini diliput oleh Seputar Indonesia Siang RCTI dan disiarkan live! Jadi saat peliputan, kalau reporter teriak “The Voice Indonesia”, kami serempak harus menjawab “the number one singing competition in the world”. Dengan antusias, aku mengabari David dan Gery, segera nonton RCTI, ada aku di situ! Hahahaha.. lumayan lah, sekilas masuk TV.
Nah, saatnya berjuang! Satu demi satu barisan antrian pindah ke kursi di samping panggung. Deg-degan rasanya. Gimana nih, aku nggak mau kegrogianku di X Factor dulu terulang lagi. Mau lolos atau gagal aku harus tampil sebaik mungkin. Aku pun berdoa. Aku percaya, bersama Tuhan aku nggak akan mendapat malu. Dan sejak itu, semangat 45 ku tumbuh lagi.

Patty yang bikin gemessss..
Audisi ini dihadiri bintang tamu, juara X Factor Indonesia, Jebe and Patty. Sayang banget, pas mereka tampil, antrianku sudah pindah ke samping panggung. Aku cuma lihat dari belakang. Suara mereka yang kebule-bulean dengan kostum yang seksi betul-betul bikin gemes. Apalagi Patty yang bodinya gempal, rasanya pengin kudekati lalu kucubit…haha.. tapi harus kuurungkan, bisa-bisa dia teriak terus aku diskors ama panitia…

Deg-degan menuju ruang audisi
Antrian mulai menuju ruang audisi. Aku masih tetap bersama Dika dan Alwi. Peserta mulai masuk satu demi satu ke ruang audisi. Ada yang solo, ada yang jogja… eh salah… grup maksudnya. Sempat terpikir di antara kami untuk bikin grup bareng cowok yang tadi nyanyi lagu Batak. Tapi ya, ketidaksiapan bikin rencana itu cuma angin lalu. Sebenarnya, kalau grup, asal kita kompak, jauh lebih menarik. Bisa saling melengkapi.
Dalam kelompok berjumlah 10 orang, kami antri ke bilik audisi. Seorang cewek berjilbab masuk pertama kali dan dia dapat kartu warna biru. Sempat terjadi perdebatan kecil di antara kami, kartu biru itu artinya lolos atau tidak. Selanjutnya, peserta lebih bervariasi, ada yang bawain 1 maupun 2 lagu. Berturu-turut sampai giliran ke 8 (kalo gak salah), Alwi masuk dan membawakan “Titip Rindu Buat Ayah”, dia dapat kartu biru. Disusul Dika dengan lagu “Saat Terakhir”, kartu biru juga. Dan… giliran terakhir adalah aku. Masih ada rasa tegang, kakiku gemetar, aku harus buang jauh-jauh rasa itu. Aku pun masuk, cuma ada 1 juri, cowok. Ya, jurus "Pengen Jadi Artis" nggak pas dong kalo jurinya cuma 1.

Aku: Selamat siang
Juri : Selamat siang
Aku : Perkenalkan nama saya Robert, saya berasal dari Magelang, Jawa Tengah
Juri : Robert ya, mau nyanyi lagu apa?
Aku : Cotton Fields
Juri: Oke, silahkan

Dengan penuh semangat, aku nyanyi. Nggak cuma nyanyi, aku juga berusaha berekspresi, seakan-akan tampil di panggung.

“When I was a little pretty baby, my mama would rocks me in the cradle.
In them old…. cotton fields back home….
It was down in Louisiana, just about a miles from Texaskana
In them old…. cotton fields back home….
And when them cotton balls get rotten, you can’t pick very much cotton.
In them old…. cotton fields back home….
It was down in Louisiana, just about a miles from Texaskana
In them old…. cotton fields back home….”

Yes! Aku berhasil nyanyi dengan lancar, tanpa grogi, fals maupun lupa lirik. Cuma salah sedikit waktu ekspresi, pas nyanyi “cotton fields back home”, aku malah ngelakuin gerakan mengambil sesuatu. Juri hanya berkata "oke" tanpa komentar apa-apa. Dan aku mendapat kartu biru.
Tahap terakhir dari audisi adalah result room.  Tahap ini ibarat penentuan “hidup dan mati”. Kami dikumpulkan dengan kelompok lain, jadi jumlahnya sekitar 20 orang. “Yang mendapat kartu biru, mohon maaf kalian tidak bisa melanjutkan ke tahap selanjutnya, pintu keluar di sebelah kanan. Yang mendapat kartu merah, silahkan isi formulir” begitu kata panitia di situ.
Dhuarr! Perasaanku kali ini seperti dilempar dari langit ketujuh ke langit kesebelas. Bukan cuma sakitnya tuh di sini, tapi sampai aku meriang. Udah jauh-jauh ke Jakarta, udah berusaha sepede mungkin, tapi akhirnya… beginilah… aku, Dika dan Alwi nggak lolos bersama sekitar 10 orang lainnya. Bahkan, cowok Batak tadi juga nggak lolos. Mungkin karena saking kecewanya, kami segera keluar tanpa sempat kasih ucapan selamat ke yang lolos.
Beberapa peserta lain mencoba antri lagi dari awal, tapi Dika dan Alwi putuskan NO. Alasannya beragam, karena sudah kesiangan, udara panas, dan yang pasti kuatir nggak lolos lagi. Demi rasa setia kawan, terlebih karena capek, aku pun mengikuti mereka berdua keluar dari gerbang JIExpo.
Di gerbang kami bertemu Zaki. Dengan rasa senasib sepenanggungan kami nongkrong di dekat penjual minuman. Air Aqua dicampur es batu pun sejenak menyejukkan suasana di tengah panasnya Jakarta. Kami berempat pun asyik berfoto sambil bercerita macam-macam. Dan akhirnya, kami sepakat berkumpul lagi di audisi X Factor Indonesia season 3!

Selfie time! Dika, aku, Zaki dan Alwi
Jam sudah menunjukkan jam 14.30. Itu artinya hampir 10 jam, aku berkutat di JIExpo. Alwi dan Zaki pamit untuk pulang ke Sawangan, Bogor dengan naik ojek. Rupanya di Jabodetabek ini berlaku sebuah aplikasi Android untuk pemesanan ojek secara online. Bagaimana cara kerjanya, aku agak bingung, biarpun udah dijelasin sama Dika... maklum gaptek banget. Ya, mungkin baru paham kalau udah mencoba sendiri.

Tetap semangat ya kawan!
Aku dan Dika menuju ke seberang jalan. Dika mau pulang ke rumahnya di Rawamangun, jadi aku sekalian aja bareng sampai ke Terminal Rawamangun. Diawali naik angkot ke Galur, dilanjutkan busway ke Rawamangun dengan transit di Cempaka Mas dan Pemuda Pramuka. Sensasi paling menegangkan buatku, pastinya menyeberang jalan di Jakarta, musti pintar-pintar cari celah soalnya mobil yang lewat nggak ada habisnya.
Bentuk busway nggak jauh beda dengan bus Trans Jogja, hanya bedanya busway punya jalur khusus dan ada tiket elektronik. Halte busway juga bentuknya seperti jembatan penyeberangan. Jadi kalau kita mau menuju ke arah sebaliknya, bisa menyeberang ke halte busway lainnya dengan aman. Tapi yang tak kalah menarik buatku, aku bisa lihat keramaian Jakarta dari atas. Dika sempat menunjukkan ITC Cempaka Mas, yang nggak lain adalah tempat kerjanya.
. `
ITC Cempaka Mas. Aku di Jakarta, bro!
Sampailah kami di Terminal Rawamangun. Aku bersiap membeli tiket bus. Tapi masalah lain muncul, harga tiket bus di sini ternyata lebih mahal daripada di Terminal Magelang. Yah… uangku kurang deh… mau tak mau harus ke ATM di seberang jalan.
Rupanya, hal baik masih terjadi di sini. Mendengar keluh kesahku, seorang bapak yang adalah timer bus bersedia membantuku. Dari tiket bus seharga 210 ribu, ia memberi kembalian 30 ribu buatku. Katanya, nggak apa-apa, sama-sama orang Magelang, kata dia dalam bahasa Jawa. Dia ternyata memang asli Magelang, sudah 25 tahun bekerja di Jakarta.
Sebelum pulang, aku pun mengucapkan terima kasih pada Dika, juga pada bapak yang sudah menolongku itu. Sungguh, pengalaman luar biasa hari ini, bertemu dengan orang-orang yang sangat bersahabat. Maka, kalau ada yang bilang orang Jakarta individualis, kurasa perlu kenalan sama orang-orang yang kutemui hari ini.

Bus Safari Dharma Raya pun melaju keluar dari terminal Rawamangun. Sepanjang perjalanan, aku masih merenung. Hari yang sangat berkesan. Memang, hasil audisi tak seindah yang kuharapkan, tapi aku dapat hadiah istimewa yaitu persahabatan. Dalam hati, aku bertekad, suatu hari nanti akan kembali ke sini.


Masih saja kuteringat kata iringi kau pergi
Jadikan sore itu satu janji
Kau akan setia untukku, kembali untuk diriku
Mengingatku walau aku jauh

Akupun sempat janjikan, kukayuh semua mimpiku
Kulabuh tepat di kotamu...
Dan kau pun s'lalu janjikan kau 'kan menungguku datang
Bersatu kembali seperti dulu

Dan bila aku pun rindu pada nyamannya kecupmu
Pada hangatnya tawamu
Kudendangkan dengan gitar lagu-lagu kesayangan
Sambil kuingat indah wajahmu

Tunggulah aku di Jakartamu
Tempat labuhan semua mimpiku
Tunggulah aku di kota itu
Tempat labuhan semua mimpiku


(Tunggu Aku Di Jakarta by Sheila On 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar